Minggu, 26 September 2010

Archive for October, 2009

MENUMBAL RUMAH DAN PEKARANGAN

Posted in MENUMBAL RUMAH PEKARANGAN on 31 October 2009 by wongalus

Apabila Anda membeli tanah pekarangan dan ingin agar nanti dalam membangun rumah dan menempati rumah tersebut bisa aman tidak ada gangguan, atau Anda merasa bahwa di pekarangan Anda terasa sangar dan ada sesuatu yang tidak beres, maka ada baiknya dilakukan laku untuk menumbal pekarangan/rumah tersebut.

Menumbal pada hakikatnya adalah menselaraskan energi “chi” negatif yang ada agar menjadi netral, bahkan menjadi positif sehingga nantinya apabila tanah pekarangan tersebut dihuni maka penghuninya tidak mengalami godaan atau bila digunakan untuk kepentingan bisnis dan lain-lain akan mendatangkan keuntungan.

Laku untuk menumbal rumah yaitu puasa 2 hari, dilanjutkan dengan patigeni sehari semalam. Perlu disediakan uyah/garam 4 genggam serta membaca doa 4 x saat jam 1 malam sambil mengitari pekarangan/rumah. Garam 4 genggam tadi ditabur-taburkan hingga habis. Jadi kita berkeliling rumah tersebut 4 kali. Doanya sebagai berikut:

“Danyang smara bumi, ingsun pakuning bumi, asuning rijeki mring sira sanak putumu salawase, sira sun pitaya njaga karas iki, sira sun waleri tan kena angganngu gawe, sira manggona ing pernah pojok papat; slamet slamet slamet soko kersaning Allah”

Setelah selesai membaca doa dan berkeliling pekarangan 4 kali, kemudian duduk di belakang rumah, menghadap menurut arah rumah/pekaranga menghadap. Kalau rumah menghadap ke selatan, maka duduknya menghadap ke selatan juga. Duduknya ditata yang paling nyaman kemudian diam hening meditasi mengheningkan cipta, nanti kita akan mendapatkan bisikan gaib dalam hati. Bila sudah mendapat bisikan gaib, maka kita boleh mengakhiri laku tersebut untuk makan atau tidur. Namun bila belum, maka laku diteruskan sampai pagi, dan boleh makan dan tidur.

Maka, pekarangan/tanah yang energinya “chi” negatif akan berubah menjadi positif, bila ada makhluk halus maka mereka tidak akan mengganggu atau bila rumah tersebut untuk dihuni/untuk keperluan bisnis maka akan mendatangkan menguntungkan atas kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa.

@wongalus,2009

AJI PANGLIMUNAN: MENGHILANG DARI PANDANGAN MATA

Posted in AJI PANGLIMUNAN on 31 October 2009 by wongalus

Diciptakan untuk dijalani. Diciptakan untuk dicoba dan berhasil. Inilah prinsip siswa perguruan olah batin. Bagaimanapun juga diciptakannya banyak ajian oleh para leluhur kita dulu tidak hanya untuk menjadi perbendaharaan ilmu kesaktian saja. Namun, berbagai ajian itu diciptakan agar dilakoni/dijalani dan memberikan kemanfaatan.

Pada suatu kurun waktu, adalah sebuah suratan takdir bila seseorang harus mengalami sebuah kejadian yang tidak diharapkannya. Misalnya, apa yang dialami oleh nenek atau kakek kita dulu, atau simbahnya kakek atau nenek kita dulu. Kalau di suruh memilih, mungkin mereka akan memilih hidup di jaman sekarang yang serba enak dan mudah. Namun, karena takdir akhirnya mereka harus dilahirkan pada jaman peperangan, jaman sengsara, jaman dimana seleksi alam berlaku: yang kuat akan menang dan yang lemah akan kalah.

Dalam khasanah perbendaharaan ilmu kesaktian Jawa, kita mengenal Aji Panglimuman. Pemilik ajian ini benar-bila bisa menghilang dari pandangan mata sehingga tidak bisa dideteksi keberadaannya. Para pendekar yang memiliki aji panglimunan dipastikan mereka yang ilmu kesaktiannya sudah sampai tataran tinggi. Olah rasa/batinnya sudah benar-benar bisa dibuktikan. Sebab ajian ini sebenarnya untuk njangkepi/melengkapi semua ajian yang sudah ada.

Ajian panglimunan adalah jenis ajian yang tidak digunakan untuk menyerang, namun untuk menghindar dari serangan fisik dan metafisik. Maka sifat Aji panglimunan ini adalah untuk bertahan dan menjauh tanpa diketahui oleh pihak lawan. Meskipun begitu, Aji Panglimunan juga bisa digunakan untuk memasuki wilayah-wilayah musuh untuk mencuri informasi penyerangan. Maka ajian ini cocok untuk para telik sandi namun tidak boleh digunakan untuk mencuri. Sebab, bila digunakan untuk mencuri untuk kepentingan pribadi, maka si pemiliknya akan mendapatkan celaka.

Untuk mendapatkan ajian langka ini, para murid paguron harus melaksanakan laku sebgai berikut: Puasa ngebleng 7 hari 7 malam, dimulai pada hari Selasa Kliwon. Mantra ajian ini sebagai berikut:

“Sir ora katon, sirep berkat saking nabi Muhammad la illaha illallahu yahu anta anta hem, iyo iyo hum nasrum hu allah”

Setelah usai menjalani laku, pagi harinya saat matahari terbit para murid ini merapalkan mantra aji panglimunan dan membuktikan apakah mereka sudah bisa menghilang dengan cara melihat bayangannya sendiri. Tanda-tanda ajian ini sudah bekerja dengan baik adalah bila tubuhnya sudah tidak ada bayangannya lagi. Ini artinya mata manusia biasa sudah tidak bisa melihat dirinya lagi.

Namun, bila belum berhasil menghilangkan tubuh, itu berarti dia masih belum menguasai aji panglimunan dan harus kembali menjalani laku puasa ngebleng dari awal.

Bila sudah berhasil menguasai ajian hebat ini termasuk juga ajian lin, oleh para leluhur kita disarankan untuk menggunakannya dengan bijaksana yang disertai dengan sikap rendah hati dan mampu menguasai emosi sebaik-baiknya. Bhirawa Anoraga: Perkasa tapi rendah hati. Sebab sebaik-baik manusia adalah manusia yang berbudi luhur dengan memeri kemanfaatan pada sesama, mengayomi/melindungi mereka yang lemah dan tidak menebar permusuhan. Kebaikan pasti akan mengalahkan kejahatan. “Suradira jayadiningrat, lebur dening pangastuti.”

@wongalus,2009

HARI YANG PALING BERBAHAYA

Posted in HARI YANG BERBAHAYA on 31 October 2009 by wongalus

“dalane waskita saka niteni”

Salah satu karya para leluhur Jawa dalam membaca tanda-tanda atau gejala alam kosmis adalah Primbon. Membaca ILMU TITEN yang berbentuk Primbon, kita seakan diajak untuk membuka kamus tentang hidupnya orang Jawa yang penuh dengan ‘petung’ atau hitung-hitungan. Misalnya, kapan kita tidak boleh bepergian, kapan kita boleh melaksanakan hajatan, apa makna di balik mimpi, cara berdoa dan lain sebagainya.

Tidak salah kiranya kita membaca primbon dengan niat agar kita juga bisa menyerap kearifan nenek moyang kita dulu dalam mengolah hidupnya dan berjuang di dunia yang keras ini. Para nenek moyang kini tentu sudah tiada, namun mereka meninggalkan warisan yang tidak ternilai harganya. Kemerdekaan bangsa, tata nilai dan peradaban yang adi luhung, kesadaran antropologis-kosmis, bahkan nilai-nilai religiusitas yang kita anut bukankah itu juga peninggalan nenek moyang?

Pada kesempatan kali ini, akan dipaparkan apa HARI YANG PALING BERBAHAYA karena mengandung bahaya atau naas sehingga kita diminta untuk tidak bepergian jauh, maupun menyelenggarakan hajatan. Hari itu adalah:

1. RABU LEGI
2. MINGGU PAING
3. KAMIS PON
4. SELASA WAGE
5. SABTU KLIWON

Sementara yang juga dikategorikan HARI BAHAYA adalah:

1. MINGGU PAING
2. SABTU PON
3. JUMAT WAGE
4. SELASA KLIWON
5. SENIN LEGI
6. KAMIS WAGE

Pada hari-hari itu, kita diminta untuk banyak berdoa dan melaksanakan ibadah agar diberi keselamatan hidup dunia akhirat, lahir dan batin. Nah, sebuah anjuran yang bagus bukan?

Ada juga jam-jam larangan agar pasangan suami-isteri tidak melaksanakan saresmi/bersetubuh karena akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Jam-jam itu siang dan malam yaitu:

HARI MINGGU: Jam 10 s/d Jam 11 dan Jam 5 s/d Jam 6
HARI SENIN: Jam 8 s/d jam 9 dan Jam 3 s/d Jam 4
HARI SELASA: Jam 6 s/d jam 7 dan Jam 1 s/d jam 2
HARI RABU: Jam 12 s/d jam 1 dan Jam 6 s/d Jam 6
HARI KAMIS: Jam 10 s/d Jam 11 dan Jam 3 s/d jam 4
HARI JUMAT: Jam 8 s/d jam 9 dan jam 1 s/d jam 2
HARI SABTU: Jam 6 s/d jam 7 dan jam 11 s/d jam 12.

Sebagai tambahan, sebelum melakukan persetubuhan, kita disarankan untuk membaca doa sebagai berikut:
“Niyatingsun munggah ing girikumala angengakake lawang kancana tinampan mbok dewi Pertimah, ashaduallah illa haillallah waas hadu anna MuhammadarRasulullah”

Diteruskan membaca:
Aku lanang sejati, anurukake rasa tumiba rachmatullah, kang linuku racuk garu, kang ginaru lacuk luku, kang thukul ing krakatoilah, kang sinung kanugrahane Allah, lailla haillallah Muhammadarrasulullah.

Setelah selesai melakukan persetubuhan, membaca:
Niyatingsun mudhun saka girikumala, anginebake lawang kancana atas Gusti Kang Agung, atas Gusti Rasulullah, lailla haillallah Muhammadarrasulullah.

@wongalus, 2009

AJIAN NINI BLORONG: MENDATANGKAN REZEKI

Posted in AJIAN NINI BLORONG on 31 October 2009 by wongalus

Hidup seperti roda yang berputar. Kadang di atas namun kadang pula di bawah. Suatu ketika, kita merasa mendapatkan rezeki yang berlimpah namun pada kesempatan lain kita merasa rezeki yang kita terima sangat sedikit.

Namun sesungguhnya, rezeki dari-Nya tidak pernah benar-benar habis bahkan bila kita mau mensyukurinya setiap detik, maka kita akan bisa merasakan betapa Dia Maha Pemberi Rezeki yang tidak pernah melupakan kita. Detik ini, coba hitung berapa banyak kita menerima rezeki-Nya secara gratis: udara yang kita hirup, kesehatan, panjang umur, maupun Nyawa….

Bersyukur adalah sebuah maqam yang tinggi. Namun, bila masih belum mampu bersyukur dengan merasakan banyaknya rezeki yang kita terima, ini ada amalan untuk memohon rezeki. Yang perlu disadari, rezeki yang kita terima tidak serta merta gratis begitu saja. Rezeki adalah akibat dari kerja keras banting tulang. Maka, amalan ini tidak berlaku bagi mereka yang pemalas.

Cara mengamalkannya: puasa mutih 7 hari 7 malam dan dilanjutkan dengan puasa patigeni sehari semalam. Mulai puasa pada hari Jum’at Pahing. Mantranya dibaca setiap jam 12 malam di muka rumah (halaman/teras). Ini mantranya:

“Ingsun amatek ajiku si nini blorong,
Nini blorong tak tempuhake anyukupi sandhang pangan kang agung, Amboyongo sri sadono wadahono ing gedhong rojobrono,
Sakehing pangan lebokno ing lumbung gumuling,
Ojo asat ing saklawase soko kersaning Allah”

@wongalus,2009

AJIAN SUKET KALANJANA: MELIHAT ALAM GAIB

Posted in AJIAN SUKET KALANJANA on 30 October 2009 by wongalus

Bagi para leluhur Jawa yang waskita, memiliki kemampuan melihat alam gaib adalah suatu keharusan.

Para leluhur yang waskita ini adalah mereka yang menggunakan seluruh potensi yang sudah dimiliki sejak awal. Potensi itu berupa rasio/akal, budi, rasa/batin hingga kesadaran ruh. Dengan menggunakan seluruh potensi yang tersedia, maka kita tidak hanya memiliki kecerdasan akal, kecerdasan mental/emosi namun juga kecerdasan spiritual. Semuanya terangkum dalam kata; menjadi orang yang Bijaksana atau Wicaksana.

Di Jawa, kita mengenal sebuah ajian yang sangat langka untuk melihat alam gaib yang dihuni oleh makhluk halus gendruwo, buto ijo dan teman-temannya. Nama ajian itu Aji Suket Kalanjana. Ajian ini adalah untuk mengoptimalkan potensi rasa pangrasa/batin hingga bisa “melihat” apa yang tidak bisa “dilihat” oleh orang lain.

Untuk memiliki ajian ini maka orang harus menjalani laku yang berat yaitu puasa 40 hari, patigeni sehari semalam mulai hari Kamis Kliwon. Mantra dibaca setiap jam 12 malam selama menjalani puasa dan patigeni.

Mantranya sebagai berikut:
“Niat ingsun amatek ajiku si suket kalanjana, aji pengawasan soko sang hyang pramana, byar padhang jumengglang paningalingsun, sakabehing sipat podho katon saking kersaning Allah”

Cara matek aji kalanjana: mantra dibaca dalam hati. Tangan kanan ditempelkan di ulu hati dan tangan kiri diusapkan ke mata 3 x.

@wongalus,2009

AJI DIPA: PENOLAK AJI BEGANANDA

Posted in AJI DIPA PENOLAK SIREP on 30 October 2009 by wongalus

Ini ajian anti pencurian. Bila para pencuri sudah memulai menggunakan Aji Sirep Begananda, maka Aji Dipa mampu menawarkan sirep yang disebar tersebut sehingga penghuni rumah akan otomatis terbangun bila pencuri mempraktekkan sirepnya.

Untuk memiliki Aji Dipa perlu laku puasa mutih 21 hari atau 40 hari, ditambah dengan puasa patigeni 3 hari 3 malam atau 7 hari 7 malam. Memulainya hari JUmat Paing. Selain itu, selama menjalani laku puasa tidak boleh grenengan atau sambat/mengeluh. Apabila kepanasan atau kehujanan tidak boleh ngiyup/berteduh. Apabila bertemu wanita tidak boleh menoleh. Sabar nrima welas asih kepada sesama manusia serta tidak membuat orang lain sakit hati.

Mantra aji dipa sbb:
Hong ingsun amatek ajiku si Aji Dipa kang Ana Bibisana, murup sacakrawalaning panggilingan, apa kang malang-malang ana ing ngarep ingsun, mburi kiwa tengen utawa ngungkul-ngungkuli, lah padha suminggaha, yen nganti kasebet aku si Aji Dipa, lebur dadi awu sirna saking kersaning Allah.

Mantra diucapkan sambil menahan napas serta ucapkan Hu Allah 3 x dalam hati.

Aji Dipa dipraktekkan menjelang tidur setiap hari sehingga penghuni rumah langsung otomatis terbangun bila Aji Begananda dipraktekkan. Membaca mantra dilakukan di depan pintu rumah membelakangi pintu. Semoga kita semua selalu dilindungi oleh-Nya dari kejahatan apapun juga.

@wongalus,2009

AJIAN SIREP BEGANANDA

Posted in AJIAN SIREP BEGANANDA on 30 October 2009 by wongalus

Ini ilmu para maling atau pencuri saat akan melakukan aksi masuk rumah korban pada malam hari tanpa diketahui karena seluruh penghuni rumah tidak akan mampu bangun karena terlelap tidur. Ya, para pencuri memiliki ajian ampuh yang bernama AJI SIREP BEGANANDA.

Untuk memiliki ajian hebat ini, mereka harus puasa mutih 21 hari atau 40 hari dan meneruskan dengan puasa pati geni 3 hari atau 7 hari, yang dimulai dengan hari Rabu Pon.

Mantra Aji Begananda sebagai berikut:

Hong ingsun amatak ajiku sirep begananda kang ana indrajit, kumelun nglimuti ing mega malang, bul peteng dhedet alimengan upas racun daribesi, pet pepet kemput bawur wora wari aliweran tekane wimasara, kang katempuh jim setan peri prayangan, gandarwa, jalma manungsa tan wurung ambruk lemes wuta tan bisa krekat, blek sek turu kepati saking kersane Allah.

Saat membaca aji, pencuri berdiri di depan rumah yang akan disirep, setelah membaca mantra, dia menunggu sesaat sambil mengundang turunnya khodam sirep tersebut.

Untuk mengundang khodam, baca:

hong mret mret nuli tumungkul ing pratiwi

sambil menjejakkan kaki ke tanah tiga kali tanpa bernafas.

Ingin mempraktekkan ajian ini? Sabar dulu… sebab jangan-jangan sang penghuni rumah sudah memiliki ajian penawar ajian sirep begananda yang bernama Aji Dipa.

Salam. Rahayu.

@wongalus, 2009

DOA SEKARAT

Posted in DOA SEKARAT LAMA on 30 October 2009 by wongalus

Apabila kita mendapati ada orang yang sudah sekarat dalam jangka waktu yang lama, maka kita perlu mendoakan dia agar secepatnya bisa menghadap Tuhan dengan cepat. Sebab sekarat adalah saat-saat yang paling menyakitkan.

Doa diucapkan di dekat tempatnya berbaring. Bunyi doanya sebagai berikut:

Bis longit, miltuyaha, Allah musna, walhistinja kang karihin, banyu suci metu saka pangkon Allah, banyu erang metu saka roh ilapi, dat sahadatu datolah, kedhop-kedhop bur les bur les bur les.

@wongalus,2009

MEMINDAHKAN MAKHLUK HALUS PENGHUNI PEKARANGAN

Posted in MEMINDAHKAN MAKHLUK HALUS on 29 October 2009 by wongalus

Apabila Anda ingin membeli dan memiliki tanah pekarangan, maka rasakanlah apa ada makhluk halus yang hidup di sana.

Apabila tanah pekarangan tersebut ternyata dihuni oleh makhluk-makhluk halus maka yang perlu Anda lalukan adalah tidak perlu memaksakan diri untuk membelinya. Sebab nanti diperkirakan makhluk halus tersebut akan mengganggu kehidupan Anda.

Namun apabila memang sangat terpaksa Anda membeli tanah pekarangan tersebut, maka langkah yang perlu dilakukan adalah meminta agar mereka untuk pindah sebelum dibangun rumah. Sebab bila tidak, dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan. Misalnya ada anggota keluarga yang mengalami gangguan sakit, rumah tangga bercerai berai dan lain-lain.

Untuk memindahkan makhluk halus, yang perlu dilakukan adalah: Puasa 3 hari atau 7 hari dan saat malam tidak tidur. Baca sholawat 100 kali setiap malam jam 12 setelah itu diakhiri dengan bacaan astagfirullahhal adzim. Setelah semua amalan itu dilakukan maka baca rapalan sebagai berikut:

“Ya dayina yani yanu yamarkaba yasiyata yasiyara ya’amusa yarimua yadibuda yadibaya”

Setelah itu, di setiap pojok bidang tanah ditanam jimat yang ditulis di kertas atau kain. Jimatnya sebagai berikut:

tundung jin

@wongalus,2009

AJIAN GELAP NGAMPAR DAN AJIAN LEMBU SEKILAN

Posted in AJIAN GELAP NGAMPAR DAN AJIAN LEMBU SEKILAN on 29 October 2009 by wongalus

Melongok Tanah Jawi masa silam, kita akan tahu bahwa di dalam sejarahnya, di Jawa yang tidak pernah sepi dari konflik baik berupa intrik terbuka maupun peperangan, memaksa setiap wong Jowo untuk mempersiapkan diri dari bahaya baik dari dalam maupun dari luar.Bisa dikatakan Sejarah Jawa adalah sejarah perjuangan manusia untuk bisa hidup damai, tentram dan bahagia namun juga harus bersiap menghadapi segala tantangan. Sikap nrimo dan pasrah itu perlu, namun yang juga perlu adalah bahwa manusia Jawa adalah manusia yang siap untuk struggle for survive (bertahan hidup) di tengah berkecamuknya kepentingan yang berbeda-beda. Itu sebabnya, di Jawa memiliki ilmu-ilmu kesaktian hampir bisa dipastikan menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari hidup seseorang.

Salah satu orang Jawa yang terkenal kesaktiannya adalah Raden Rangga. Siapa dia? Raden Rangga adalah anak satu-satunya Panembahan Senopati dan Ratu Kali Nyamat. Sejak kecil hingga remaja, Raden Rangga sudah bakat menjadi pendekar sakti dan tangguh. Sayangnya, dia memiliki watak buruk yaitu pemarah dan suka memukul.

Suatu ketika seorang pendekar pilih tanding dari Banten datang untuk menantang adu kesaktian Panembahan Senopati, sang ayah yang juga pendiri dinasti Mataram ini. Raden Rangga tahu kedatangan pendekar Banten ini dan meminta pada Panembahan Senopati agar dirinya saja yang menghadapi. Permintaan dari sang anak pun dituruti sekaligus untuk mengetahui sampai seberapa hebat ilmu kesaktian Raden Rangga.

Adu kekuatan pun terjadi antara Raden Rangga vs Pendekar Banten. Mulai menggunakan tenaga biasa hingga tenaga dalam tingkat tinggi. Akhirnya, dengan pukulan tenaga dalam, sang pendekar Banten tewas berkalang tanah.

Raden Rangga memiliki segudang ilmu kesaktian. Salah satunya adalah kekuatan jari tangannya untuk menusuk-nusuk batu. Batu yang keras terasa oleh Raden Rangga seperti menusuk tanah lunak. Suatu ketika, dia diperintahkan oleh sang ayah untuk berguru ke Ki Juru Martani. “Aku ini sudah sakti mandraguna, tapi kenapa masih diperintahkan untuk berguru ke eyang Juru, saya akan mendapatkan apa?” begitu katanya dalam hati.

Singkatnya, Raden Rangga pun menurut dan pergi menghadap Ki Juru Martani. Sesampai di depan rumah Ki Juru yang ada masjid kecil di teras, dia terpaksa menunggu. Sebab Ki Juru sedang sholat dhuhur. Raden Rangga pun duduk di trap mesjid yang terbuat dari batu kumalasa dan iseng jarinya ditusuk-tusukkan. Batu itu pun berlobang-lobang.

Usai sholat, Ki Juru keluar masjid. Dia langsung menyapa Raden Rangga. “Cucuku, apa jarimu tidak sakit menusuk batu yang keras itu?” Seketika itu pula, batu itu menjadi keras dan kesaktian Raden Rangga hilang seketika. “Benar kata ayah bahwa saya harus berguru pada panjenengan eyang Juru Martani. Saya sadar, orang muda seperti saya tidak boleh menyombongkan ilmu kesaktian pada orang yang lebih tua”

Ki Juru Martani kemudian mengajari raden Rangga berbagai ilmu kesaktian. Salah satu yang diajarkannya adalah Aji Lembu Sekilan. Ajian ini untuk menghadapi lawan di dalam peperangan. Senjata tajam dan tumpul tidak akan mampu melukai tubuh bagi pemilik ajian ini. Untuk melakukan penyerangan pukulan, aji lembu sekilan sangat efektif karena bisa melipat gandakan tenaga ratusan kali tenaga biasa.

Bagi para pendekar yang ingin memiliki ajian ini, dia tidak boleh memanggil lembu (sapi) dan tidak diperkenankan memakan dagingnya. Dia harus menjalani laku berupa puasa 40 hari hanya makan dedaunan yang dikulup dengan bumbu garam. Minumnya air kendi dan apabila sudah selesai 40 hari lalu dia kemudian erlu nglowong tiga hari tiga malam mulai hari Kamis Wage. Cara matek aji ini yaitu membaca mantra di bawah ini:

Niat ingsun amatek ajiku si lembu sekilan,
Rosulku lungguh ibrahim nginep babahan,
Kep karekep barukuut kinemulan wesi kuning,
Wesi mekakang, secengkang sakilan sadepo,
Sakehing brojo ora nedhasi bedil pepet mriyem
Buntu tan tumomo songko kersaning Allah.

Seketika itu pula daya gaib ajian ini bekerja.

Raden Rangga juga dibekali ajian penutup yang sangat hebat. Nama ajian pemberian Ki Juru Martani ini adalah Ajian Gelap Ngampar. Ajian yang konon milik salah seorang sahabat Rasulullah, yaitu Baginda Ali ini untuk menghadapi peperangan massal. Sekali matek aji dan berteriak maka nyali musuh akan ciut dan mereka akan buyar lari tunggang langgang ketakutan. Pendekar pemilik Ajian Gelap Ngampar sangat ditakuti karena tubuhnya kebal senjata dan memiliki mata yang bisa memancarkan sinar sangat kuat sampai yang dilihat terbakar.

Cara mendapatkan Ajian Gelap Ngampar ini dituturkan Ki Juru Martani sebagai berikut:
“Puasa mutih 40 hari, makan hanya sekali tiap 12 malam. Setelah puasa selesai, maka dia harus nglowong (tidak tidur dan begadang di luar rumah) selama 7 hari 7 malam dan mulai puasa pada hari sabtu Kliwon” Ajian ini otomatis bekerja bila dalam peperangan sang pendekar membaca mantra di bawah ini:

“Niat ingsun amatek ajiku si gelap ngampar,
gebyar-gebyar ono ing dadaku,
ulo lanang guluku
macan galak ono raiku
suryo kembar ono netraku
durgodeg lak ono pupuku,
gelap ngampar ono pangucapku
gelap sewu suwaraku
yo aku si gelap ngampar”

Demikian sedikit sejarah dua ajian dahsyat unggulan para pendekar Jawa masa silam ini. Tidak salah kita belajar berbagai ilmu kesaktian dengan harapan agar kita semakin bijaksana bahwa samudra ilmu Tuhan begitu luasnya. Sementara ilmu manusia hanya memiliki sedikit ilmu seperti setitik air saja. Namun, setitik air ilmu itu pun bila dimanfatkan secara optimal dengan tujuan luhur akan mendatangkan berkah. Berbagai ilmu ajian warisan para leluhur ini pun bisa mendatangkan manfaat yang besar. Misalnya, untuk menghadapi kejahatan yang kini semakin banyak terjadi, atau menghadapi bahaya musuh yang mengancam wilayah negara kita. Wallahu a’lam.

@wongalus, 2009

ILMU PUTER GILING SUKMA

Posted in ILMU PUTER GILING SUKMA on 29 October 2009 by wongalus

Puter Giling Sukma adalah salah satu jenis ilmu pelet pengasihan untuk menarik kembali anggota keluarga, suami atau isteri dan kekasih yang pergi meninggalkan kita dan enggan pulang. Ilmu ini merupakan salah satu warisan budaya mistik di nusantara yang masih dipercaya dan masih eksis di tengah masyarakat.

Suatu ketika, ada seorang perempuan asal Jakarta sebut saja Rena, ditinggal Dicky, kekasihnya pergi begitu saja tanpa alasan yang jelas. Tentu Rena merasa hidupnya tiada arti. Semangat hidup menurun drastis dan kesehatannya melemah. Yang bisa dilakukan adalah termenung di kamar seorang diri. Kamar dikunci rapat-rapat dan hanya isak tangisannya yang sesekali terdengar. Rena membutuhkan pertolongan tapi sayang tidak anggota keluarga yang mampu mengembalikan kondisi kejiwaan dan fisiknya seperti sedia kala.

Pada suatu hari datanglah Nilam. Sahabat akrab Rena ini berhasil membujuk agar mau datang dan ke seorang paranormal, sebut saja Ki Lemah. Problem Rena yaitu menghilangnya sang kekasih kemudian dicarikan solusi oleh Ki Lemah dengan menggunakan aji Puter Giling Sukma.

Ilmu pelet Puter Giling didapat oleh Ki Lemah dari gurunya yang kini telah meninggal. Untuk memiliki ilmu tersebut, Sang Guru memerintahkan Ki Lemah agar nglakoni puasa mutih dan berada di atas pohon sawo selama sehari semalam. Selama sehari itu, dia tidak boleh tertidur karena bila tertidur pasti akan jatuh dan akan menggagalkan uji lakunya. Singkatnya, ilmu yang didambakan pun akhirnya bisa benar-benar dimiliki Ki Lemah. Banyak yang sudah klien yang menggunakan jasa pelet ampuh tersebut, salah satunya yang kini ada di hadapan Ki Lemah; Rena. Seorang mahasiswi perguruan tinggi swasta semester delapan.

Ritual matek ajian pelet Puter Giling pun dilaksanakan. Mula-mula, Ki Lemah pergi ke kamar mandi belakang rumahnya. Di dalam kamar mandi tepatnya di atas gentong (tempat air dari tanah) yang berisi air dia membaca mantra sambil melihat air isi dalam gentong dan sambil memegang benda milik Dicky yaitu sebuah jam tangan merk Seiko yang diberikan kepada Rena:

Bismillahirrohmanirrohim

Sun matek ajiku puter giling sukma

tak jaluk guru kuasamu jabang bayine …… ( Nama kekasih Rena)

Sukmamu linglung koyo peksi muter

Muliho sangkan paran asalmu yoiku jabang bayine…… (Rena)

Soko kersaning gusti

Putergiling-gumiling pitung bumi pitung langit

agulung-gulung padang terawangan

katon teka lenging Qodrat Allah

Allahu Akbar 3x

Usai matek aji, Ki Lemah kembali ke ruang tamu dan mengatakan kepada Rena bahwa Dicky akan datang ke rumah Rena paling lambat hari Jumat minggu depan. Usai transaksi, Rena yang didampingi Nilam pulang ke rumahnya dengan hati berdebar-debar menunggu kedatangan sang kekasih pujaan hati.

Apa yang terjadi pada Dicky yang sedang berada di Palembang saat Ki Lemah matek Aji Puter Giling? Yang dirasakan pria ganteng yang sudah tiga bulan meninggalkan Rena dan sudah memiliki gebetan baru ini adalah muncul rasa kangen kepada Rena. Rasa kangen yang luar biasa disertai dengan terbayang-bayang wajah Rena setiap saat.

Dicky mencoba untuk rasional dan cuek dengan perasaan aneh yang tiba-tiba datang ini. Sebagai lelaki dia merasa kuat untuk menindas perasaannya, apalagi dia termasuk pria yang mudah gonta ganti pasangan tanpa keterlibatan perasaan. Rasa rindu kepada seorang perempuan baginya merupakan pantangan. Namun anehnya, kali ini dia merasakan rindu. Semakin dia menolak, semakin rasa kangen ini terasa menghimpit dada. Hingga tubuh fisiknya menderita sakit panas dingin. Tulang tulangnya terasa pegel linu. Akhirnya, tidak tahan dengan kangen yang membakar jiwanya Dicky terbang ke Jakarta dan kembali ke rumah Rena, tepat pada hari Jumat.

Inilah cara kerja ilmu pelet Puter Giling Sukma yaitu “memaksa” perasaan si terpelet agar mengingat-ingat kembali masa silam, membuka memori catatan-catatan lama yang sudah terlupa dan memunculkan rasa kangen, sebuah ilmu yang bisa menarik orang-orang terkasih yang menghilang agar kembali pulang. Berapa uang yang dikeluarkan Rena sebagai balas jasa kepada Ki Lemah, pemilik ilmu Puter Giling tersebut? “Sssttt…jangan keras-keras, cuma 500 ribu,” ujar Rena yang kini bisa tersenyum karena sudah berhasil ‘jalan bareng’ Dicky lagi.

Kejadian dua tahun lalu itu masih terekam di ingatan. Terlintas wajah cantik Rena yang kemerahan. Terbayang pula gurat-gurat di wajah Ki Lemah yang kini semakin renta dimakan usia.

@wongalus,2009

HAKIKAT RUWATAN

Posted in HAKIKAT RUWATAN on 28 October 2009 by wongalus

Demi waktu, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran (QS 103; 3)

Kenapa orang Jawa menggelar acara ruwatan dan apa falsafah di balik upacara ruwatan yang bagi sebagian kalangan dianggap berbau klenik dan ditafsirkan negatif itu? Marilah kita bersama-sama menelusuri hakikat di balik tradisi ruwatan. Awalnya, kita perlu tahu siapa saja yang harus diruwat karena mengandung unsur negatif/kesalahan/bencana. Menurut kepustakaan “Pakem Ruwatan Murwa Kala” yang bersumber dari Serat Centhini (Sri Paku Buwana V) orang yang harus diruwat ada 60 jenis yaitu:

1. ONTANG-ANTING, yaitu anak tunggal laki-laki atau perempuan.

2. UGER-UGER LAWANG, yaitu dua orang anak yang kedua-duanya laki-laki dengan catatan tidak anak yang meninggal.

3. SENDHANG KAPIT PANCURAN, yaitu 3 orang anak, yang sulung dan yang bungsu laki-laki sedang anak yang ke 2 perempuan.

4. PANCURAN KAPIT SENDHANG, yaitu 3 orang anak, yang sulung dan yang bungsu perempuan sedang anak yang ke 2 laki-laki.

5. ANAK BUNGKUS, yaitu anak yang ketika lahirnya masih terbungkus oleh selaput pembungkus bayi (placenta).

6. ANAK KEMBAR, yaitu dua orang kembar putra atau kembar putri atau kembar “dampit” yaitu seorang laki-laki dan seorang perempuan (yang lahir pada saat bersamaan).

7. KEMBANG SEPASANG, yaitu sepasang bunga yaitu dua orang anak yang kedua-duanya perempuan.

8. KENDHANA-KENDHINI, yaitu dua orang anak sekandung terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.

9. SARAMBA, yaitu 4 orang anak yang semuanya laki-laki.

10. SRIMPI, yaitu 4 orang anak yang semuanya perempuan.

11. MANCALAPUTRA atau Pandawa, yaitu 5 orang anak yang semuanya laki-laki.

12. MANCALAPUTRI, yaitu 5 orang anak yang semuanya perempuan.

13. PIPILAN, yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang anak perempuan dan 1 orang anak laki-laki.

14. PADANGAN, yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 1 orang anak perempuan.

15. JULUNG PUJUD, yaitu anak yang lahir saat matahari terbenam.

16. JULUNG WANGI, yaitu anak yang lahir bersamaan dengan terbitnya matahari.

17. JULUNG SUNGSANG, yaitu anak yang lahir tepat jam 12 siang.

18. TIBA UNGKER, yaitu anak yang lahir, kemudian meninggal.

19. JEMPINA, yaitu anak yang baru berumur 7 bulan dalam kandungan sudah lahir.

20. TIBA SAMPIR, yaitu anak yang lahir berkalung usus.

21. MARGANA, yaitu anak yang lahir dalam perjalanan.

22. WAHANA, yaitu anak yang lahir dihalaman atau pekarangan rumah.

23. SIWAH ATAU SALEWAH, yaitu anak yang dilahirkan dengan memiliki kulit dua macam warna, misalnya hitam dan putih.

24. BULE, yaitu anak yang dilahirkan berkulit dan berambut putih “bule”

25. Kresna, yaitu anak yang dilahirkan memiliki kulit hitam.

26. WALIKA, yaitu anak yang dilahirkan berwujud bajang atau kerdil.

27. WUNGKUK, yaitu anak yang dilahirkan dengan punggung bengkok.

28. DENGKAK, yaitu anak yang dilahirkan dengan punggung menonjol, seperti punggung onta.

29. WUJIL, yaitu anak yang lahir dengan badan cebol atau pendek.

30. LAWANG MENGA, yaitu anak yang dilahirkan bersamaan keluarnya “Candikala” yaitu ketika warna langit merah kekuning-kuningan.

31. MADE, yaitu anak yang lahir tanpa alas (tikar).

32. Orang yang ketika menanak nasi, merobohkan “Dandhang” (tempat menanak nasi).

33. Memecahkan “Pipisan” dan mematahkan “Gandik” (alat landasan dan batu penggiling untuk menghaluskan ramu-ramuan obat tradisional).

34. Orang yang bertempat tinggal di dalam rumah yang tak ada “tutup keyongnya”.

35. Orang tidur di atas kasur tanpa sprei (penutup kasur).

36. Orang yang membuat pepajangan atau dekorasi tanpa samir atau daun pisang.

37. Orang yang memiliki lumbung atau gudang tempat penyimpanan padi dan kopra tanpa diberi alas dan atap.

38. Orang yang menempatkan barang di suatu tempat (dandhang – misalnya) tanpa ada tutupnya.

39. Orang yang membuat kutu masih hidup.

40. Orang yang berdiri ditengah-tengah pintu.

41. Orang yang duduk didepan (ambang) pintu.

42. Orang yang selalu bertopang dagu.

43. Orang yang gemar membakar kulit bawang.

44. Orang yang mengadu suatu wadah/tempat (misalnya dandhang diadu dengan dandhang).

45. Orang yang senang membakar rambut.

46. Orang yang senang membakar tikar dengan bambu (galar).

47. Orang yang senang membakar kayu pohon “kelor”.

48. Orang yang senang membakar tulang.

49. Orang yang senang menyapu sampah tanpa dibuang atau dibakar sekaligus.

50. Orang yang suka membuang garam.

51. Orang yang senang membuang sampah lewat jendela.

52. Orang yang senang membuang sampah atau kotoran dibawah (dikolong) tempat tidur.

53. Orang yang tidur pada waktu matahari terbit.

54. Orang yang tidur pada waktu matahari terbenam (wayah surup).

55. Orang yang memanjat pohon disiang hari bolong atau jam 12 siang (wayah bedhug).

56. Orang yang tidur diwaktu siang hari bolong jam 12 siang.

57. Orang yang menanak nasi, kemuadian ditinggal pergi ketetangga.

58. Orang yang suka mengaku hak orang lain.

59. Orang yang suka meninggalkan beras di dalam “lesung” (tempat penumbuk nasi).

60. Orang yang lengah, sehingga merobohkan jemuran “wijen” (biji-bijian).

Mereka adalah jenis-jenis orang yang di dalam kisah perwayangan disarankan oleh Batara Guru agar dijadikan santapan atau makanan Batara Kala. Dalam Pustaka Raja Purwa karya Ranggawarsito bahkan disebutkan ada 136 macam Sukerta. Menurut kepercayaan Jawa, orang-orang yang tergolong di dalam kriteria tersebut dapat menghindarkan diri dari malapetaka (disimbolkan menjadi makanan Betara Kala) jika ia mengadakan acara ruwatan dengan menggelar wayang dengan lakon Murwakala, Baratayuda, Sudamala, atau Kunjarakarna. Selain Ruwatan Sukerta, terdapat juga “Ruwat Sengkala atau Sang Kala” yang artinya menjadi mangsa “kala” atau “waktu.”

Sebagaimana diketahui dalam kitab Suci bahwa siapa yang tidak bisa memanfaatkan waktu dengan beramal sholeh maka dia termasuk orang-orang yang merugi. Demi waktu, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran (QS 103; 3)

Apalagi bila jalan kehidupan orang tersebut terbelenggu materi yang akhirnya nyrimpeti “laku”. Dia akan merasa penuh kesulitan karena tidak bisa sejalan harmonis dengan dengan alur hukum alam (ruang dan waktu). Kesalahan-kesalahan perbuatan atau tingkah laku dia sendiri atau orang lain (leluhur masa lalu) jelas memiliki akibat di masa sekarang. Saya menduga, para leluhur kita di Jawa telah ‘niteni’ siapa saja orang-orang yang hidupnya diliputi dengan kesulitan =karena susah memenej dan mengkoordinasi dirinya sehingga muncul kesulitan atau bencana. Yaitu 60 jenis orang yang telah disebutkan di atas, sehingga upacara ruwatan adalah momentum untuk ngelingke (mengingatkan) mereka agar kembali ke jalan yang lurus.

Kenapa dalam ruwatan digelar wayang? Kok tidak ndangdutan, disko, tari tayub/ledhek atau kesenian yang lain? Wayang adalah pertunjukan yang sarat dengan tuntunan ajaran filsafat hidup. Berbeda dengan seni-seni lain yang mudah diapresiasi/ dinikmati dan murni hiburan/entertainment, penonton pergelaran wayang membutuhkan perenungan yang sangat mendalam karena di dalamnya bermuatan ajaran-ajaran hidup bijaksana. Wayang adalah perpaduan berbagai sebagai seni pertunjukan yang merangkum bermacam-macam unsur lambang simbolis, bahasa gerak, suara, warna dan rupa.

Di dalam unsur simbolis ini tercermin pengalaman religius atau perjalanan spiritual sebagaimana yang diperankan tokoh-tokoh wayang tersebut. Pertunjukan wayang idealnya diwariskan secara turun temurun agar menjadi tetenger eksistensi budaya Jawa. Wayang adalah sarana efektif penyampaian ajaran filsafat hidup yang menuntun bagaimana harus bertingkah laku secara bijaksana antar individu maupun individu di dalam masyarakat dan hubungan dengan Gusti. Individu juga diajarkan mengenali hakikat diri sejati dan perjalanan-perjalanan yang harus dilakoninya sebagai kewajiban hidup.

Benarkah mereka yang telah diruwat akan berbebas dari dosa dan kesalahan? Jawaban anak kecil barangkali ya. Namun saat kesadaran kita telah beranjak dewasa, maka tidak mungkin hanya dengan ucapara ruwatan bisa menebus kesalahan dan kesucian orang. Tentu saja, ajaran Jawa yang dianggap klenik semacam ini harus diluruskan sesuai dengan hakikatnya. Hakikat dari upacara (syariat) harus diteruskan untuk mengenali upasana dan upadinya. (hakikatnya sebagai pembelajaran agar terjadi penyadaran).

Selain itu, upacara adalah sebuah tindakan simbolis yang merupakan relasi penghubung antara komunikasi human kosmis dan komunikasi lahir batin dengan Gusti Kang Akaryo Jagad. Tindakan simbolis dalam upacara nerupakan bagian yang sangat penting dan tidak mungkin dibuang begitu saja, karena manusia harus bertindak dan berbuat yang melambangkan sebuah hubungan khusus dengan Tuhan.

Substansi lakon Murwakala pada tradisi ruwatan adalah pembebasan. Pembebasan manusia dari “mangsa” Batara Kala (kala=waktu). Tokoh Batara Kala adalah anak Batara Guru yang lahir karena nafsu yang tidak bisa dikendalikannya atas diri Dewi Uma, yang kemudian spermanya jatuh ketengah laut dan menjelma menjadi raksasa: “Kama salah kendang gumulung”. Ketika Batara Kala menghadap sang ayah Batara Guru untuk meminta makan, oleh Batara Guru diberitahukan agar memakan manusia yang berdosa atau sukerta.

Dalam ruwatan, selain digelar wayang kulit dengan lakon Murwakala diperlukan sesajen beraneka makanan yang merupakan simbol yang harus ditafsirkan. Sarana sesajen ini juga sebagai cara pembelajaran. Berbeda dengan menggunakan buku-buku, penyampaian ajaran hidup yang memakai cara “sesajen” ini pasti mudah diingat dalam waktu lama dan antar generasi.

Menurut Ki Soedarsono sesajen dalam ruwatan adalah:

1. Tuwuhan, yang terdiri dari pisang raja setudun, yang sudah matang dan baik, yang ditebang dengan batangnya disertai cengkir gading (kelapa muda), pohon tebu dengan daunnya, daun beringin, daun elo, daun dadap serep, daun apa-apa, daun alang-alang, daun meja, daun kara, dan daun kluwih yang semuanya itu diikat berdiri pada tiang pintu depan sekaligus juga berfungsi sebagai hiasan/pajangan dan permohonan.

2. Dua kembang mayang yang telah dihias diletakkan dibelakang kelir (layar) kanan kiri, bunga setaman dalam bokor di tempat di muka dalang, yang akan digunakan untuk memandikan Batara Kala, orang yang diruwat dan lain-lainnya.

3. Api (batu arang) di dalam anglo, kipas beserta kemenyan (ratus wangi) yang akan dipergunakan Ki Dalang selama pertunjukan. Kain mori putih kurang lebih panjangnya 3 meter, direntangkan dibawah debog (batang pisang) panggungan dari muka layar (kelir) sampai di belakang layar dan ditaburi bunga mawar dimuka kelir sebagai alas duduk Ki Dalang, sedangkan di belakang layar sebagai tempat duduk orang yang diruwat dengan memakai selimut kain mori putih.

4. Gawangan kelir bagian atas (kayu bambu yang merentang diatas layar) dihias dengan kain batik yang baru 5 (lima) buah, diantaranya kain sindur, kain bango tulak dan dilengkapi dengan padi segedeng (4 ikat pada sebelah menyebelah).

5. Nasi golong dengan perlengkapannya, goreng-gorengan, pindang kluwih, pecel ayam, sayur menir, dsb. Nasi wuduk dilengkapi dengan ikan lembaran, lalaban, mentimun, cabe besar merah dan hijau brambang, dan kedele hitam. Nasi kuning dengan perlengkapan telur ayam yang didadar tiga biji. Srundeng asmaradana.

6. Jenang (bubur) yaitu: jenang merah, putih, jenang kaleh, jenang baro-baro (aneka bubur).

7. Jajan pasar (buah-buahan yang bermacam-macam) seperti : pisang raja, jambu, salak, sirih yang diberi uang, gula jawa, kelapa, makanan kecil berupa blingo yang diberi warna merah, kemenyan bunga, air yang ditempatkan pada cupu, jarum dan benang hitam-putih, kaca kecil, kendi yang berisi air, empluk (periuk yang berisi kacang hijau, kedele, kluwak, kemiri, ikan asin, telur ayam dan uang satu sen).

8. Benang lawe, minyak kelapa dipergunakan untuk lampu blencong, sebab walaupun siang tetap memakai lampu blencong. Yang berupa hewan seperti burung dara satu pasang ayam jawa sepasang, bebek sepasang.

Berupa sesajen antara lain:

1. Rujak ditempatkan pada bumbung, rujak edan (rujak dari pisang klutuk ang dicampur dengan air tanpa garam), bambu gading lima ros. Kesemuanya itu diletakan ditampah yang berisi nasi tumpeng, dengan lauk pauknya seperti kuluban panggang telur ayam yang direbus, sambel gepeng, ikan sungai/laut dimasak anpa garam dan ditempatkan di belakang layar tepat pada muka Kyai Dalang.

2. Sajen buangan yang “ditunjukkan” kepada dahyang (makhluk halus penghuni suatu tempat) yang berupa takir besar atau kroso yang berisi nasi tumpeng kecil dengan lauk-pauk, jajan pasar (berupa buah-buahan mentah serta uang satu sen). Sajen itu diletakkan di tempat dahyang.

3. Sumur atau sendang diambil airnya dan dimasuki kelapa. Kamar mandi yang untuk mandi orang yang diruwat diletakkan kelapa utuh. Selesai upacara ruwat bambu gading yang berjumlah lima ros ditanam pada kempat ujung rumah disertai empluk (tempayan kecil) yang berisi kacang hijau, kedelai hitam, ikan asin, kluwak, kemiri, telur ayam dan uang dan berdoa mohon tercapai apa yang diharapkan. @@

@wongalus,2009

AJIAN WARINGIN SUNGSANG

Posted in AJIAN WARINGIN SUNGSANG on 27 October 2009 by wongalus

Ajian Waringin Sungsang ini merupakan salah satu “puncak ilmu” kejadukan/ kanoman/ kanuragan yang dimiliki oleh para pendekar digdaya masa lalu.

Ajian Waringin Sungsang memiliki efek yang sangat mematikan. Siapa yang diserang ajian ini akan terserap energi kesaktiannya dan mengalami lumpuh hingga akhirnya roboh tidak berdaya. Dan dengan memiliki ajian ini muncul energi pertahanan kekuatan tubuh yang sangat hebat. Maka, para pendekar yang memiliki Ajian Waringin Sungsang ini bisa dipastikan akan disegani kawan sesama pendekar maupun musuh.

Ajian Waringin Sungsang diciptakan oleh Sunan Kalijaga. Dia juga menciptakan banyak ilmu kedigdayaan lain seperti aji lembu sekilan dan lainnya. Kenapa Sunan Kalijaga menciptakan ilmu kedigdayaan yang begitu banyak?

Salah satu alasan logisnya yaitu pada masa itu banyak kejahatan dari golongan pendekar yang beraliran ilmu hitam dan banyaknya ahli sihir yang mempraktekkan ilmu-ilmu sihir yang menggunakan kekuatan buruk. Mereka berkuasa dan ditakuti oleh masyarakat awam.

Untuk menaklukkan kalangan pendekar berilmu hitam dan meyakinkan kepada masyarakat umum bahwa sumber kekuatan ilmu kanuragan tetap dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini terlihat dari rapal-rapal ilmu kedigdayaan ciptaan Sunan Kalijaga selalu bernuansa religius dan menyertakan “nama” Tuhan.

Ajian Waringin Sungsang memiliki falsafah yang mendalam. Waringin Sungsang berarti pohon beringin yang terbalik dimana akarnya berada di atas, seperti pohon kalpataru. Pohon waringin sungsang ini bermakna sumber kehidupan segala yang ada, sumber kebahagiaan, keagungan, serta sumber asal mula kejadian. Maka pohon ini juga disebut pohon purwaning dumadi atau pohon sangkan paran.

Di dalam waringin sungsang, juga terdapat ular yang melilit pohon tersebut. Ini melambangkan jasmani dan rohani yang telah menyatu dalam perilaku. Maka, seorang pendekar pemilik ilmu waringin sungsang ini adalah orang yang sudah manunggal atau menyatu kehendak lahir dan kehendak batinnya. Ilmu ini hanya dimiliki oleh para pendekar sepuh atau ‘tua’ sehingga tidak digunakan sembarangan karena efeknya yang melumpuhkan.

Pohon berasal dari kayu atau kayon, berasal dari bahasa Arab ‘khayyu’ yang artinya hidup. Dalam ilmu kalam ‘khayyu’ hanya merupakan sifat sejatinya Tuhan. Di dalam Al Quran dinyatakan; “Allahu la illaha illa huwal hayyu qayyum” yang artinya Tidak ada Tuhan melainkan Dia, yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluknya. (QS, 2, 255).

Karena begitu tingginya falsafah yang terkandung dalam ajian Waringin Sungsang ini, maka hanya kepada para pendekar yang sudah “menyelesaikan” urusan diri sendirilah ilmu ajian ini boleh diwariskan.

Ajian Waringin Sungsang dirapalkan sebagai berikut:

Sun amatek ajiku Waringin Sungsang
wayahipun tumuruna, ngaubi awak mami, tur tinuting bala, pinacak suji kembar, pipitu jajar maripit, asri yen siyang, angker kalane wengi.
Duk samana akempal kumpuling rasa, netraku dadi dingin, netra ningsun emas, puputihe mutyara, ireng-ireng wesi manik, ceploking netra, waliker uda ratih.
Idep ingsun kekencang bang ruruwitan, alisku sarpa mandi, kiwa tengen pisan, cupakku surya kembar, kedepku pan kilat tatit, kang munggeng sirah, wesi kekenten adi.
Rambut kawat sinomku pamor anglayap, batuk sela cendani, kupingku salaka, pilingan ingsun gangsa, irungku wesi duaji, pasu kulewang, pipiku wesi kuning.
Watu item lungguhe ing janggut ingwang, untuku rajeg wesi, lidah wesi abang, aran wesi mangangkang, iduku tawa sakalir, lambeku iya, sela matangkep kalih.
Guluku-ningsun paron wesi galigiran, jaja wesi sadacin, pundak wesi akas, walikat wesi ambal, salangku wesi walulin, bauku denda, sikutku pukul wesi.
Asta criga epek-epek ingsun cakra, cakar wok jempol kalih, panuduh trisula, panunggulku musala, mamanisku supit wesi, jentikku iya, ingaran pasopati.
Bebokongku sela ageng kumalasa, akawet wesi gilig, ebol-ingsun karah, luput denda kang tinja, balubukan entut mami, uyuhku wedang, dakarku purasani.
Jembut kawat gantungaku wesi mentah, walakang wesi gapit, pupu kalataka, sungsum ingsun gagala, ototku gungane wesi, ing dalamkan, ingaran kaos wesi.
Sampun pepak sarira-ningsun sadaya, samya pangawak wesi, pan ratuning braja, manjing aneng sarira, tan ana braja ndatengi, dadya wiyana, ayu sarira mami.
Ana kidung sun-angidung bale anyar, tanpa galar asepi, ninis samun samar, patining wuluh kembang, siwur burut tanpa kancing, kayu trisula, gagarannya calimprit.
Sumur bandung sisirah talaga mancar, tibeng jaja ajail, dinding endas parah, ulur-ulur liweran, tatambang jaringing maling, dadal dadnya, gagulung ing gagapit.
Naga raja pangawasan manik kembang, kembang gubel abaji, tajem neng kandutan, udune sarwi nungsang, kurangsangan angutipil, angajak-ajak.”

@wongalus,2009

SUMPAH BUDAYA 2009

Posted in SUMPAH BUDAYA 2009 on 27 October 2009 by wongalus

garuda-pancasila

Globalisasi di ranah ide, gagasan, ilmu pengetahuan yang diiringi dengan teknologi berkembang amat pesat. Lebih cepat dari kemampuan manusia untuk merenungkan apa hakikat semuanya untuk kemanfaatan hidup. Orang tidak lagi disibukkan dengan pertanyaan untuk apa kita memiliki ilmu, pengetahuan dan teknologi. Namun lebih menekankan pada fungsi-fungsi kemanfaatan/pragmatisnya semata. Semua pada akhirnya mengikuti arus globalisasi secara latah dan masa bodoh dengan hakikat progress/kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahwa hakikat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk penyempurnaan proses hidup manusia menuju kesatuan dan keserasian lahir batin, jiwa dan raga.

Budaya Populer adalah budaya yang berada di pusaran arus global. Sayangnya, perkembangan budaya global justeru mematikan budaya-budaya nasional dan budaya lokal yang ada. Budaya lokal secara substansial tidak mengalami kemajuan yang berarti kecuali hanya untuk sarana komoditas ekonomi dan turisme saja. Budaya yang merupakan hasil manusia untuk mengolah daya cipta, rasa dan karsa berdasarkan atas kehendak dan keinginan masing-masing individu dalam sebuah wilayah tidak mampu lagi dianggap sebagai sebuah kearifan.

Individu yang berada di ruang-ruang budaya pun menjadi tumpul oleh arus pragmatis budaya global yang mungkin dipandang lebih menarik, mudah, cepat dan efisien. Para pengambil kebijakan tidak lagi memiliki semangat yang menyala untuk nguri-uri kebudayaan lokalnya. Apalagi bila semua pihak tidak mendukung lahirnya kreativitas-kreativitas baru berkebudayaan dan berkesenian.

Ini adalah situasi di mana kita mengalami sebuah Degradasi Budaya bahkan kehancuran sistematis budaya lokal. Bhinneka Tunggal Ika sebagai semangat berbudaya dalam rangka kebersatuan berbagai budaya lokal untuk maju dalam frame bangsa dan negara pun hanya sebagai slogan yang kini semakin dilupakan.

Tumbuh berkembang serta kemajuan sebuah budaya ditentukan pada bagaimana kita semua merespon dan menjawab tantangan-tantangan budaya global. Respon dan jawabannya adalah agar kita kembali kreatif, inovatif dan menciptakan wilayah-wilayah perjuangan budaya yang mampu menjadi alternatif budaya global yang terbukti tidak memiliki “ruh” kemanusiaan yang utuh.

Justeru pada budaya lokal, kita menemukan kembali “ruh” kemanusiaan itu. Ruh yang akan menyinari individu agar bisa bergerak secara harmonis antara individu dengan individu yang lain, antara individu dengan alam semesta, bahkan antara individu dengan dirinya sendiri sehingga nantinya individu tersebut akan menemukan diri sejati yang merupakan wakil Tuhan di alam semesta.

Siapa yang harus memulai untuk melakukan penyadaran adanya degradasi budaya ini? Sebuah fakta sejarah terjadi pada 28 Oktober 1928 saat para pemuda mengikrarkan Sumpah Pemuda. Intisari dan hakikat dari Sumpah Pemuda adalah kesadaran bahwa semua elemen bangsa harusnya memiliki kehendak, keinginan, cita-cita yang sama untuk mewujudkan sebuah kesatuan wahana dan ruang kreativitas dan kebebasan ekspresi yang berbeda-beda.

Jembatan untuk memasuki wahana persatuan dan kesatuan tersebut adalah tanah air, bangsa dan bahasa. Setiap babakan sejarah, pemuda selalu menjadi motor penggerak perubahan zaman. Sejarah telah menegaskan tentang kepeloporan pemuda di era kolonial hingga era perjuangan kemerdekaan bahkan di era reformasi. Perjuangan pemuda selalu dihadapkan pada tantangan hambatan dan kesulitan, bahkan darah dan airmata menjadi taruhan.

Di era masa lalu, gerakan kepemudaan lebih berorientasi pada bidang politik. Kini tantangan kaum muda masa kini justeru lebih banyak berupa rongrongan budaya global yang sangat berpengaruh pada pola pikir dan gaya hidup mereka sehingga harusnya gerakan kepemudaan kini lebih diorientasikan pada bidang budaya local (local wisdom).

Pemuda harus memiliki semangat untuk bersatu, lepas dari penindasan dan penguasaan budaya global. Kita berharap agar bangsa Indonesia bisa menghidupkan kembali budaya-budaya lokal yang ada sehingga nanti terwujud bangsa yang maju berkembang tanpa kehilangan jati dirinya. Kita buka mata dan hati kita, lihatlah bangsa India, Cina, Jepang, Thailand, dan Korea telah membuktikan sendiri. Bangsa yang meninggalkan pola hidup taklid hanya ikut-ikutan, ela-elu. Kini telah tumbuh menjadi macam Asia, dihormati dan segani masyarakat dunia, bangkit meraih kejayaan dengan berlandaskan loyalitasnya terhadap nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang terdapat dalam tradisi dan budayanya. Bangsa yang tahu karakter diri sejatinya, sangat tahu tindakan apa yang harus dilakukannya.

Sumpah Pemuda merupakan momentum yang berhasil menyatukan pemuda se-Indonesia dalam satu ikatan kebangsaan, perasaan senasib, sepenanggungan yang diderita oleh pemuda khususnya, telah memberikan kesadaran kritis terhadap situasi yang dihadapinya yaitu adanya sebagai tantangan bersama telah membangkitkan kesadaran kolektif pemuda untuk melawan penindasan budaya global. Diperlukan gerakan massif untuk menghidupkan kembali budaya-budaya lokal (baca; kearifan lokal) di tanah air secara terus menerus sebagai bentuk nyata dari perjuangan kaum muda.

Perjuangan kaum muda di bidang budaya diharapkan akan membawa perubahan sosial yang mendalam bagi masyarakat, terutama di bidang pendidikan. Dari pendidikan ini muncullah pejuang-pejuang muda yang kaya akan ide dan konsep untuk melawan budaya global.

Untuk mewujudkan ide tersebut maka dengan ini kami menyerukan kapada SEMUA PEMUDA DI TANAH AIR untuk bersatu dalam gerakan SUMPAH BUDAYA 2009:

1. MENGHIDUPKAN KEMBALI BUDAYA DAERAH SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN BUDAYA NUSANTARA

2. MENJADIKAN BUDAYA DAERAH SEBAGAI DASAR PIJAKAN IDE-IDE KREATIF PEMBANGUNAN

3. MENGEMBANGKAN KEARIFAN BUDAYA DAERAH SEBAGAI NILAI-NILAI PEMBANGUNAN NASIONAL

4. MENGEMBANGKAN NILAI-NILAI MORAL, MENTAL DAN AJARAN HIDUP BERMASYARAKAT YANG ADA DI BUDAYA DAERAH DALAM RANGKA MENDUKUNG PERKEMBANGAN BUDAYA NUSANTARA.

5. MENGURANGI PENGARUH NEGATIF BUDAYA GLOBAL DENGAN MENGEMBANGKAN BUDAYA NUSANTARA

MOTTO :THINK LOCALLY ACT GLOBALLY !!

SUMPAH BUDAYA:

BERBUDAYA SATU, BUDAYA NUSANTARA

BERJATI DIRI SATU, JATI DIRI BANGSA INDONESIA

KASIH SAYANG SATU, SATU KASIH SAYANG LINTAS AGAMA

Indonesia, 28 Oktober 2009

Tertanda:

1. KI WONG ALUS (www.wongalus.wordpress.com)

2. KI ALANG ALANG KUMITIR (www.alangalangkumitir.wordpress.com)

3. KI SABDA LANGIT (www.sabdalangit.wordpress.com)

4. KI AGUNG HUPUDHIO

5. (SILAHKAN MENGISI SENDIRI REKAN-REKAN YANG INGIN MENERUSKAN PERJUANGAN BUDAYA INI DAN BEBAS DISEBARKAN TANPA IJIN, TERIMA KASIH).

ARS EROTICA JAVANESE WOMAN

Posted in WANITA MENGGAIRAHKAN on 26 October 2009 by wongalus

karon

Ada banyak tipe perempuan. Salah satunya bertipe SURYA SUMURUP yaitu perempuan yang memiliki dua lapis bibir yang berwarna merah jambu. Sorot matanya kebiru-biruan. Ada sinom (rambut yang tumbuh di dahi) yang menggumpal. Kedua alisnya nanggal sepisan (laksana bulan sabit). Perempuan seperti ini konon menjadi idaman kaum lelaki karena memiliki kesetiaan tak diragukan lagi. Ia tipe perempuan yang serasi dalam bermain asmara, sehingga dapat mencapai derajat marlupa (orgasme) bersama-sama.


Tipe perempuan lainnya di antaranya adalah:…


BULAN DADARI yaiku sing raine sumringah rada bunder, awake sedengan alise kandel, rambute ireng lemes, merit kencete.PISANG SULUH, awak imut, kulit kuning, pasuryane ketok ana otot semburat ijo, sinom ketel, mata amba rada belo, mranani ati saben pria sing nyawang, tindak tanduke merak ati, gawe welas asih.

SEMONGGO WARU iku sing awake lencir, kulite ireng manis, bangekane merit, payudarane montok dan mata rada amba, atine rada nyengit nek rambute kriting basane pinter nyimpen rahasia seneng dijak selingkuh.

LINTANG KARAINAN iku sing awak imut, rambut ireng kandel, kulit sawo mateng, alis kandel, montok lan bangkekan merit, bisa nyimpen wadi, atine alus gampang tersinggung tapi gampang tresna.

DURGASARI, awak ipel-ipel nanging dempal, kulit sawo matang, rambut tipis, bangkekan sedengan, sikil kandel, dlamakan njebebeh (ketoke cah panekan merga sering munggah gunung), susu gede montok, nek omong ceplas-ceplos, tandang gawene sak kepenake, nanging jujur apa anane.

SUBONDRIO: awak rada langsing lan lencir, kulit kuning bangkekan cilik, rambut kandel, sabar, setia, gak gampang kena goda.

RAKSASA DURGA, badan dempal, kulit ireng, rambute kriting, susu gede sikile cilik mlakune oyag-ayig.

MRICA PECAH, badan ramping/singset,kulit kuning rada putih,rambut biasa dan awak rada montok, bisa nyimpan rahasia.

MACAN KETAWAN, raine sumringah, mata mblalak, badan rada gedhe, kulit bang-bang awak, adate keras, tabah ngadhepi goda,seneng nulung lan bisa sabar.

CIRI WANITA YANG COCOK DIJADIKAN ISTERI:

Bentuk sirahe bunder. Wajah bunder kaya wulan purnama. Jidate rata lan serasi. Matanya rada amba/njahit, tapi enak disawang. Sorotan mripate cumleret tajem, arang-arang kedep lan gak seneng lirak-lirik. Alise rada lurus dan idepe rapi. Irunge lurus lan rada mbangir garis sisi kiwa tengen irung katon jelas.

Ambane tutuk (cangkem) sederhana. Lambene mingkem rapet untune gak ketok. Nanging ketok sumringah. Lambene rata gak ketok cembung. Kupinge kandel lan apik.

Janggute menarik dan daging nang janggut ketok kandel. Driji-drijine lancip, tapi kukune kandel. Tapak tangankandel. Tapi bagian tengah alus kaya sutera.

Bentuk tapak kaki dan drijine apik, tapi drijine kandel tebal tapi lembut dan kaku nenawa lagi midak lemah. Kuku kandel. Badannya amba lan daging punggunya kandel (mentek). Balung-balunge rangka sederhana utawa alus, kulitnya ya alus lan lemes, tapi singset. Nek ngguyu awake ora melok obah-obah, utawa ajrut-ajrutan.

Lungguhe teratur rapi. Nek lungguh timpuh, sikile rapet lan rapi. Nek lungguh anteng ora pencilakan. Nek mlaku lembeyane kaya blarak sempal maksude gak nganti mbukak ketek lan awake gak melok lenggak-lenggok.

Benarkah analisis yang tertera di Serat Centhini ini ya? Ya, daya tarik perempuan dan daya tarik erotiknya tidak akan pernah habis dibicarakan. Bagi kaum pria akan ngobrol soal seks secara lebih bebas daripada kaum wanita yang lebih suka bisik-bisik. Seks merupakan naluri instingtif manusia yang paling dasar. Tak heran kalau banyak upaya dilakukan untuk mempelajari, menganalisis, menyusun manual (panduan), atau mengungkapkannya lewat karya sastra maupun karya tulis lainnya sejak dahulu kala.

Beberapa karya kuno yang pernah ada di dunia di antaranya Ars Amatoria (The Art of Love) karya penyair Romawi, Publius Ovidius Naso (43 SM – 17 M) atau Kama Sutra karya Vatsyayana dari India, yang ditaksir hidup di zaman Gupta (sekitar abad ke 1 – 6 M). Keduanya adalah kitab klasik petunjuk untuk menikmati seks. Sementara di Jawa pada awal abad ke-19 ditulis karya sastra yang hebat yaitu Serat Centhini (nama resminya Suluk Tembangraras). Serat ini digubah pada sekitar 1815 oleh tiga orang pujangga istana Kraton Surakarta, yaitu Yasadipura 11, Ranggasutrasna, dan R. Ng. Sastradipura (Haji Ahmad ilhar) atas perintah K.G.P.A.A. Amengkunegara II atau Sinuhun Paku Buwana V.

Otto Sukatno CR dalam bukunya Seks Para Pangeran: Tradisi dan Ritualisasi Hedonisme Jawa memaparkan satu bab dalam Serat Centhini yang terdiri atas 722 tembang antara lain memang bicara soal seks. Dalam Serat Centhini, masalah seksual diungkap secara verbal dan terbuka, tanpa tedeng aling-aling.

Dalam Centhini II (Pupuh Asmaradana) diuraikan dengan gamblang soal OLAH ASMARA yang berhubungan dengan lokasi genital yang sensitif dalam kaitannya dengan permainan seks. Misalnya, cara membuka atau mempercepat orgasme bagi perempuan, serta mencegah agar lelaki tidak cepat ejakulasi.

Lalu dalam Centhini IV (Pupuh Balabak) diuraikan secara blak-blakan bagaimana PRATINGKAHING CUMBANA (gaya persetubuhan) serta sifat-sifat perempuan dan bagaimana cara membangkitkan nafsu asmaranya. Perempuan tidak selamanya bersikap lugu, pasif dalam masalah seks sebagaimana stereotipe pandangan Jawa yang selama ini kita terima. Mereka juga memiliki kebebasan yang sama dalam mengungkapkan pengalaman seksualnya. Padahal mereka selalu digambarkan pasrah, nrima kepada lelaki.

Hal itu tampak dalam Centhini V (Dhandhanggula). Di ruang belakang di rumah pengantin perempuan pada malam menjelang hari H perkawinan antara Syekh Amongraga dan Nike Tembangraras, para perempuan tua-muda sedang duduk-duduk sambil ngobrol. Ada yang membicarakan pengalamannya dinikahi lelaki berkali-kali, pengalaman malam pertama, serta masalah-masalah seksual lainnya yang membuat mereka tertawa cekikikan.

Salah satu percakapan itu misalnya seperti ini, “Nyai Tengah menjawab sambil bertanya, Benar dugaanku, Ni Daya, dia memang sangat kesulitan, napasnya tersengal. Saya batuk saja, eh lepas Mak bul mudah sekali lepasnya. Tak pernah kukuh di tempatnya. Susahnya sangat terasa, karena meski besar seakan mati.”

Soal katuranggan juga banyak diungkapkan dalam Serat Centhini. Dalam kaitannya dengan perempuan, katuranggan dapat diartikan sebagai watak, sifat, atau tanda-tanda berdasarkan penampakan lahiriahnya. Dalam budaya katuranggan, terdapat beberapa ciri perempuan yang menjadi idealitas lelaki untuk dijadikan istri. Tipe-tipe perempuan demikian, di antaranya disebut guntur madu, merica pecah, tasik madu, sri tumurun, puspa megar, surya surup, menjangan ketawan, amurwa tarung, atau mutyara.

Sebagai gambaran, perempuan bertipe surya sumurup itu perempuan yang memiliki dua lapis bibir yang berwarna merah jambu. Sorot matanya kebiru-biruan. Ada sino m (rambut yang tumbuh di dahi) yang menggumpal. Kedua alisnya nanggal sepisan (laksana bulan sabit). Perempuan seperti ini menjadi idaman kaum lelaki karena memiliki kesetiaan tak diragukan lagi. Lebih dari itu ia tipe perempuan yang serasi dalam bermain asmara, sehingga dapat mencapai derajat marlupa (orgasme) bersama-sama.

Sementara itu dalam Kitab Primbon Lumanakim Adammakna terungkap ciri perempuan yang menggairahkan secara seksual antara lain, bertubuh kecil, wajahnya merah bersemu biru manis, rambut hitam panjang, sinom menggumpal. Atau, bertubuh kecil, pandangan dan wajahnya nguwung (agak melengkung), kulit kuning bersemu hijau, sinom menggumpal. Atau, bertubuh tinggi langsing, badan mbambang (padat berisi), roman mukanya galak, dan rambutnya panjang.

Etika Bersenggama
Menurut Ki Kumitir, etika bersenggama diungkap secara jelas dalam “NITISAKE WIJINING DUMADI”. Setidaknya saat bersenggama ada empat perkara yang harus diperhatikan yaitu “eneng, ening, awas, eling.”

1. Eneng, iya iku wektu karon-sih atine kudu eneng (menep), dene paedahe bisa suwe wetuning rahsa, lan gawe kandeling wiji,. Amarga ati kang menep mau bisa ngenthelake wiji (jiwa), kentheling jiwa bisa mahanani kandeling wiji, ing wusana dadining anak ing tembe bisa dawa umure.

(Saat bersenggama hati harus tenang ‘menep’. Manfaatnya agar rahsa yang tersatukan itu bisa beproses lama dan membuat Jiwa kuat sehingga nanti anak yang akan dilahirkan bisa panjang umur.)

2. Ening, iya iku atine kudu ening, dene paedahe bisa nikmat rasane lan manfaat. Amarga kaweningan mau bisa gawe weninging wiji (tetep trimurti), wiji kang tetep trimurti mau ing wiji ala apa becik, dene panengerane wujud cahya kaya kawasa.

(Hati harus hening, agar tercapai kenikmatan dan manfaat. Keheningan bisa membuat Jiwa juga jernih)

3. Awas, iya iku kudu mulat kedep-liringing rabine, wektu karon-sih, kendho apa mempeng, utawa ngulatake tumitising wiji ala apa becik, dene panengerane wujud cahya kaya kang wis kapratelakake ing dhuwur.

(Mengawasi pasangannya saat bersenggama, apakah santai atau serius. Ini juga berpengaruh pada jiwa apakah itu baik atau buruk)

4. Eling, iya iku aja mikir liya-liyane, kajaba eling yen wektu iku lagi nitisake wiji, mula yen rabine semu kendho ing karon-sih, wajib eling, manawa durung binuka bakuning rasa, tumuli duweya osik sumedya mbuka kadatoning rahsa, supaya rabine mau gumregut rasane, lan maneh yen nyumurupi cahyaning wiji ala kang bakal tumitis, banjur enggal-enggal bisa nglebur sarana laku nusupake utawa mutahake menyang ing jaba. Dene manawa uninga wiji becik kang bakal tumitis, iya banjur bisa mrenahake ing papan samestine.

(Tidak berpikir macam-macam, konsetrasi sedang berhubungan jiwa raga. Ini akan membuka kerajaan rasa dan memberikan cahaya terang pada jiwa yang akan dilahirkan…)

***

NGUDI KAWRUH KASUNYATAN

Posted in NGUDI KAWRUH KASUNYATAN on 26 October 2009 by wongalus

Ajaran hidup menuju kesempurnaan hidup lahir batin harus terus dijalani untuk mencari kemudian menemukan pengetahuan sejati tentang kenyataan mutlak (NGUDI KAWRUH KASUNYATAN). KAWRUH KASUNYATAN itu kemudian hendaknya dihayati dalam satu kesatuan sistem pemahaman sehingga pemahaman kita tidak bercerai berai…

Apakah hakikat menuntut ilmu? Apakah hanya bermakna membolak balik dan ‘menthelengi’ buku-buku, membaca kitab-kitab (baik garing maupun teles), merenungkan fakta demi fakta yang kita alami saja? Kalau jawabannya “iya” berarti kita pikiran kita masih seperti pikirannya anak-anak.

Pikiran yang lebih maju dan lebih lengkap pasti tidak seperti itu. Harusnya kita melanjutkan pemahaman-pemahaman mitologis yang terpelihara di dalam gudang data pengetahuan di kepala kita dengan cara lebih kritis lagi.

Setelah kita membaca atau merenung harus diteruskan dengan mengolah diri. Bila membaca bersifat pasif: menerima bahan-bahan ajaran, maka mengolah diri bersifat aktif: membuktikan apakah ajaran yang disampaikan para cerdik cendekia itu memang mengandung kebenaran-kebenaran atau justeru mengandung kesalahan. Berarti seorang pencari ilmu harus berani untuk ‘nglakoni’ atau ‘memulai perjalanan laku.’

Di JAwa ada istilah GURU BAKAL dan GURU DADI. Bila GURU BAKAL menunjuk pada pelajaran-pelajaran, buku-buku, ceramah-ceramah atau data-data mentah. Maka GURU DADI-nya adalah MULATSARA DIRI (mengolah diri).

Sudah banyak dipaparkan bagaimana ajaran cara mengolah diri agar kita mampu untuk menjalani hidup ‘sangkan paraning dumadi’ mulai dari bayi, masa kanak-kanak, dewasa, masa tua. Bahkan saat menuju ajal datang pun ada ajarannya. Bahkan sudah terlalu banyak kita dijejali oleh berbagai ajaran hidup menuju kesempurnaan, tinggal apakah kita siap untuk ‘Mulatsara Diri’.

Ajaran hidup menuju kesempurnaan hidup lahir batin harus terus dijalani untuk mencari kemudian menemukan pengetahuan sejati tentang kenyataan mutlak (NGUDI KAWRUH KASUNYATAN). KAWRUH KASUNYATAN itu kemudian hendaknya dihayati dalam satu kesatuan sistem pemahaman sehingga pemahaman kita tidak bercerai berai. Kita hendaknya bisa menyusun fakta demi fakta yang kita alami dalam hidup dengan hati-hati. Ini memerlukan KEHALUSAN PERASAAN, INTENSITAS KEMAUAN dan TINGKATAN-TINGKATAN OLAH RASA.

Dalam SERAT MADU RASA karangan Ki Soedjonoredjo, ada dua tingkat olah rasa.

Tingkat pertama, MADU BASA yang meliputi sopan santun, tata cara, adat istiadat. Intinya adalah bagaimana kita menyusun pengetahuan-pengetahuan lahir atau tata ‘bahasa’ agar mendapatkan ‘kemanisan madu’

Tingkat kedua, MADU RASA yang meliputi tepa sarira, tepa palupi, unggah ungguh, eguh-tangguh, tuju-panuju, empan-papan, kala-mangsa, duga-prayuga, lambe-ati. Kemanisan rasa yang dialami pada tingkat kedua ini lebih mendalam, lebih asyik dan berlangsung dalam waktu yang lebih lama dari tingkatan kedua dan sangat-sangat menyenangkan.

Menurut Ki Soedjonoredjo, ada 13 macam ‘kesenangan’ untuk NGUDI KAWRUH yaitu:

1. Dalam hal mencari keterangan, tanda-tanda atau urusan, kesenangan yang diperolehnya sepanjang jalan seperti kesenangan agen ‘telik sandi’ yang yang mencari ‘SISIK MELIK’.
2. Terpeliharanya DAYA RASA seperti petani yang memelihara tanaman dengan penuh kegembiraan namun belum menemukan hasilnya, yaitu WATAK.
3. Dalam hal melatih PANCA INDERA, kesenangan yang kita peroleh seperti kesenangan joki saat melatih kuda atau seperti pawang melatih gajah, atau kesenangan guru mendidik anak didiknya.
4. MENABUNG DAYA GAIB; kesenangan yang diperolehnya seperti menabung uang, atau pada waktu ditemukannya pedoman-pedoman tertentu sama seperti tukang kayu memperoleh tatah, bur, jangka, penggaris.
5. MENGURAI DAN MENYUSUN DAYA BATIN. Apabila diperoleh rasa dan daya baru, rasa baru itu diolah lagi dan diperhalus lagi. Misalnya untaian ratna. Kesenangan seperti itu sama sekali tidak terhingga, kecuali oleh yang sudah mengalami.
6. MEMBAGI, MENGATUR, MENYUSUN PIKIRAN DAN DISELARASKAN DENGAN RASA dan bisa menghasilkan karya yang indah.
7. MENJUMBUHKAN RASA YANG BERMACAM-MACAM, diatur menurut urutan tingkatan, diselaraskan sehingga tercapai rasa yang indah. Seperti juru masak yang ahli meracik masakan. “Rasa kang sumingit ana layang kikidungan anggitane para linuwih apa dene kang ana ing candi, wayang, gamelan, pakem lan liya-liyane, kabeh wujud gugubahan utawa oncen-oncen (anyar) kang banget endahe. Rasa kang digubah pada maujud ana ing kaalusan, dadi rerenggan sajroning gaib, kang ora kena kinaya ngapa endahe”
8. Orang yang sedang NGELMU dengan penuh ketekunan akan merasakan dan memperhatikan kemajuan yang dicapai, selalu MENDAPAT PETUNJUK DARI PRIBADINYA SENDIRI. Kesenangannya seperti anak sekolah, rasa dan budinya seperti guru, alam semesta ini sebagai pelajaran. “Kabeh pada aweh pitutur marang kang ahli sasmita: kaya-kaya sarupaning kang tumuwuh pada muni dewe-dewe, sarta unine laras kaya gending kang banget kepenake”
9. Penuntut ngelmu akan gemar berbuat baik kepada sesama. Tumbuh niatnya seperti itu dari kehendak yang luhur dan niat itu akan memperbesar DAYA KELUHURAN. Hasilnya langsung akan mengenai diri pribadinya juga; yaitu lenyapnya penyakit watak dan tumbuhnya perasaan dan budi yang luhur.
10. Penuntut ngelmu mempunyai kesenangan seperti pengadu ayam, jangkrik, permainan. Sebab setiap hari selalu menghayati PERANGNYA ANASIR-ANASIR BAIK BURUK. Apabila yang buruk dikalahkan yang baik, kepuasannya melebihi pengadu ayam sebab ia memperoleh ganjaran berupa: DAYA HALUS. Sedangkan pemain ayam asuan hanya memperoleh uang.
11. Penuntut ngelmu yang gentur/gigih mempelajari RAHASIA KEHIDUPAN juga memiliki kesenangan yang sama dengan kesenangan raja yang berperang menaklukkan negara lain. Yaitu bila kekuatan “setan” dikalahkan oleh unsur ILAHIAH pada pribadi kita.
12. Orang yang ngelmu pelajaran kebijaksanaan hidup juga mempunyai kepuasan dan rasa bebas seperti orang yang berhasil melenyapkan KLILIP atau kotoran di pelupuk mata, atau belenggu yang mengganggu perjalanan hidup. Dia terbebas dari ikatan KECANDUAN DUNIA dan RASA BEBAS DARI KEKANGAN. Seperti anak yang tidak lagi menangis karena disapih.
13. Ahli ngelmu mengerti dengan jelas bahwa berbuat baik sangat besar manfaatnya untuk dijalankan. Misalnya kita kehilagan 2 sen dan dapat ganti 100 rupiah, menanam satu biji kelapa dapat hasil banyak dan terus-terusan bagi orang yang AHLI RASA. Mengerti saja sudah senang seperti memperoleh keuntungan yang besar, sebab kenyataannya tidak banyak orang yang menghayati kalimat-kalimat ‘mandes’ hingga ke lubuk hati: “KANG AKEH MUNG KUMAMBANG DIANGGO KEMBANG LAMBE, ORA BISA YAKIN SAJRONING ATI. APA MANEH PANGERTI BAB RASA TRESNA MARANG DAT, DADI WOT MARANG SEGARA RAHMAT. MANUNGSA KANG BISA NGREGANI MARANG PANGERTI KANG SAMAR IKU NGRASA NEMU KANUGRAHAN GEDE, SUKA SUKURE NGUNGKULI KANG NEMU EMAS”

@wongalus, 2009

TUNGGAL RASA KAWULA GUSTI

Posted in TUNGGAL RASA KAWULA-GUSTI on 25 October 2009 by wongalus

UNSUR PEMBENTUK DIRI MANUSIA

Sajatine Ingsun Dat kang amurba amisesa,
kang kuwasa anitahake sawiji-wiji,
dadi padha sanalika,
sampurna saka ing kodrating-Sun,
ing kono wus kanyatahan Pratandhaning apngaling-Sun,
minangka bubukaning iradating-Sun,
kang dhingin Ingsun anitahake kayu,
aran sajaratul yakin,
tumuwuh ing sajroning ngalam
ngadam-makdum ajali abadi,
nuli cahya aran Nur Muhammad,
nuli kaca aran miratul kayai,
nuli nyawa aran roh ilapi,
nuli dammar aran kandil,
nuli sosotya aran darrah,
nuli dhinding jalal aran kijab,
kang minangka warananing kalarating-Sun

(Sesungguhnya Aku Dzat yang Maha Pencipta dan Maha Kuasa,
yang berkuasa menciptakan sesuatu, terjadi dalam seketika,
sempurna lantaran kodratku, sebagai pertanda perbuatan-Ku,
merupakan kenyataan kehendak-Ku, Mula-mula Aku menciptakan
hayyu bernama sajaratul yakin, tumbuh dalam alam makdum yang azali abadi, setelah itu cahaya bernama Nur Muhammad, kemudian kaca bernama miratul kayai, selanjutnya nyawa bernama roh idlafi, lampu bernama kandil, lalu permata bernama dharrah, kemudian dinding jalal bernama hijab, yang menjadi penutup kehadirat-Ku.)

Dalam Serat Wirid Hidayat Jati karya Ranggawarsita tersebut, termuat urutan kejadian Dzat dan Sifat dan Af’al (perbuatan) Tuhan. Yang dimaksud dengan AKU atau INGSUN dalam serat itu tidak lain adalah diri Dzat yang Mutlak. AKU sang Diri Sejati itu mulanya “tersembunyi” atau dumunung di Nukat Ghaib. Nukat artinya Wiji sedangkan Ghaib artinya samar. AKU atau INGSUN kemudian berniat menyatakan diri sebagai PENCIPTA SEGALA SESUATU.

“Niat Ingsun….” begitu doa orang Jawa biasa diucapkan adalah meniru apa yang disampaikan Tuhan untuk memulai proses-proses penciptaan. Akhirnya dimulailah ketujuh pangkat penjelmaan Dzat (tujuh martabat) yang disimbolisasikan ke dalam khasanah Jawa dengan Pohon Dunia, Cahaya, Cermin, Wajawa (roh Idhafi), Dian (kandil), permata (dharrah), dinding jalal (penjelmaan insan kamil).

Keberadaan Dzat Tuhan itu ibarat CERMIN YANG AMAT JERNIH atau KACAWIRANGI. Yaitu DIRI yang diliputi kekosongan yang berisi TYAS CIPTA HENING. Cermin itu tidak ada bandingannya, tidak punya rupa, warna, kosong tidak ada apa-apanya. Namun adalah kesalahan bahwa kekosongan Dzat Tuhan adalah TIDAK ADA, sebab CERMIN itu TETAP ADA.

Ki Soedjonoredjo penulis buku Wewadining Rasa mengatakan kesalahan anggapan bahwa TUHAN ITU TIDAK ADA, sebagai berikut: “Mbok menawa ana sawenehing manungso kang kliru ora percaya marang anane kang murbeng alam. Dadi ananing dhirine lan anane kang gumelar gumandhul karang kabeh, kaanggep gumandul marang suwung kang mangkono iku umpamakna nganggep suwung marang warna rupaning kaca benggela, satemah kaca benggala dipadhakake karo kothongan kang pancen suwung babar pisan. Apa iku bener?”

Wujud cermin sejati atau kacawirangi adalah “wangwung”, tidak ada apa-apa. Pantas bila orang lalu menganggapnya tidak ada sebab cermin itu terlihat begitu jernih, seperti tidak adanya rupa apapun. Tapi cermin itu tetap ada. CERMIN SEJATI ITU SATU TAPI TIDAK TERHINGGA JENIS DAN BILANGANNYA.

Orang yang hubungan MIKROKOSMOS dan MAKROKOSMOS nya masih kacau cenderung menganggap cermin itu tidak ada. Padahal, Hakikat Cermin adalah daya tunggal getar kodrat yang harmonis. Semua yang tunggal daya juga tunggal rasa. Misalnya daya tunggal yang disebut pengelihatan, itu tidak sama dengan dengan pendengaran. Daya tunggal-daya tunggal yang tiada batas jenis dan bilangannya itu dibingkai oleh keadaan sejati.

Di dalam buku Dewa Ruci (Yasadipura) terdapat inti ajaran mengenai “cermin” tersebut di atas sebagai berikut: “Badan njaba wujud kita iki, badan njero mungguwing jroing kaca, ananging dudu pangilon, pangilon jroning kalbu yeku wujud kita pribadi, cumithak jro panyipta, ngeremken pandudu, luwih gedhe barkahira, lamun janma wus gambuh ing badan batin, sasat srisa bathara”

Kisah Dewaruci ini adalah inti Sangkan Paraning Dumadi, sekaligus sebagai pengungkapan ajaran Kawulo Gusti sampai kepada jarak yang sedekat-dekatnya yang dikenal sebagai PAMORING KAWULO GUSTI atau JUMBUHING KAWULO GUSTI. Ajaran tentang sangkan paraning dumadi yang dilaksanakan sebagai pedoman hidup praktis sehari-hari, sebagaimana yang terungkap dalam buku Jati Murti itu merupakan ajaran yang mudah dipahami. Sisi praktisnya terungkap dalam pernyataan yang sering disampaikan oleh Ki Damardjati Supadjar:

“Ora perlu kabotan tresna marang daden-daden, tresnaa marang sing dadi. Nanging aja gething marang daden-daden, sebab ing kono ana sing dadi”

Pernyataan ini, kata Ki Damardjati, menjelaskan hubungan antara KEJADIAN dan YANG MENJADIKAN, atau YANG DIRASA dengan YANG MERASA. Yang menghubungkan keduanya adalah RASA. Alam semesta ini adalah yang dirasakan, bukan rasa atau yang merasakan. Yang digunakan untuk merasa ialah rasa bukan yang dirasakan atau yang merasakan. Jadi, kenyataan sejati itu bukan yang dirasakan atau bukan yang dipergunakan untuk merasa, melainkan yang merasa. Yang dirasa disebut MAKROKOSMOS, yang dipakai merasa disebut MIKROKOSMOS. Yang merasa disebut KENYATAAN SEJATI.

Di dalam hubungan ini, ada tiga kemungkinan pengalaman yaitu LUPA, INGAT dan INGATAN SEMPURNA. Lupa = larut ke yang dirasakan, tidak memperhatikan rasanya, apalagi yang merasa. Ingat = waspada tentang rasa, tidak larut ke yang dirasakan. Ingatan sempurna = waspada terhadap yang merasa, tidak larut ke rasanya apalagi yang dirasakan.

Dalam filsafat ketuhanan Jawa, hubungan Manusia dan Tuhan (Kawulo-Gusti) memiliki makna sangat mendalam. Manusia harus merasakan benar-benar bahwa dirinya adalah hamba-Nya atau KUMAWULA yang artinya dirinya merupakan cermin yang sejati, sehingga Tuhan dan bayangan-Nya sungguh-sungguh tidak terhalang oleh kotoran sedikitpun. Hal ini ditandai oleh koreksi terus menerus atas diri “aku” manusia sehingga mencapai kualitas PRAMANA.

Diungkapkan oleh Ki Damardjati, ketika rasa perasaan belum jernih, adalah rasa perasaan itu yang dianggap PRIBADI oleh si rasa perasaan. Artinya si rasa perasaan mengaku aku supaya dianggap: AKU. Jadi rasa perasaan manusia itu ternyata memang tidak bisa melihat yang meliputinya. Jadi dalam perbuatan MERASA, bahkan menghalang halangi. Karenanya, dapatnya manusia melihat terhadap yang meliputinya, tidak ada jalan lain kecuali TIDAK dengan MERASA, yaitu RASA PERASAAN KEMBALI KEPADA YANG MELIPUTI (Pribadi/Rasa Sejati). Apabila sudah tidak terhalang daya rasa perasaan, maka hanya PRIBADI yang ADA, disitulah baru mengetahui terhadapi DIA, yaitu yang MEMILIKI RASA PERASAAN, bukan RASA PERASAAN YANG DIPUNYAI.

Sultan Agung menerangkan perbedaan antara Kawulo Gusti dengan perantaraan 16 terminologi yang memperjelas hubungan antara Gusti (YANG DISEMBAH) dan Kawulo (YANG MENYEMBAH) sebagai berikut: Dzat-sifat, Rasa-pangrasa, Cipta-ripta, Yang disembah-yang menyembah, Kodrat-iradat, Qadim-baru, Sastra-gendhing, Yang Bercermin-bayangannya, Suara-gema, Lautan-ikan, Pradangga-gendhingnya, Papan Tulis-tulisannya, Manikmaya-Hyang Guru, Dalang-wayang, Busur-anak panah, Wisnu-kresna.

Dalam konteks pencapaian pribadi manusia tertinggi atau “pamungkasing dumadi” atau “sampurnaning patrap” adalah LULUHING DIRI PRIBADI, LULUHING RAOS AKU. Itulah pamungkasing dumadi, di situ lenyap tabir kenyataan yang sebenarnya.

Manusia yang sempurna dengan demikian adalah manusia yang luluhnya “aku” yang “diengkaukan” (krodomongso) digantikan dengan “aku” yang tidak mungkin diengkaukan (dudu kowe).

Hubungan antara Kawulo-Gusti ini, akan ditutup dengan pernyataan Ranggawarsita: “Sakamantyan denira angudi, widadaning ingkang saniskara, karana tan kena mleset, surasaning kang ngelmu, nora kena madayeng jangji, jangjine mung sapisan, purihen den kumpul, gusti kalawan kawula, supadine dinadak bisa umanjing, satu munggwing rimbagan” (Upaya untuk mencapai pemahaman haruslah terus menerus sepanjang hidup, agar tercapai keselamatan lahir-batin, yaitu KESESUAIAN HUKUM TUHAN, sebagai suatu janji, bahwa MANUSIA ITU WUJUD PERTEMUAN KAWULA GUSTI, artinya WAKIL TUHAN, sedemikian rupa seperti cincin permata).

Sebagai Wakil Tuhan di alam semesta, manusia telah diberi berbagai perangkat lunak sehingga dia bisa berhubungan secara langsung dan berkomunikasi dengan Tuhan sebagai GURU PALING SEJATI MANUSIA. Dalam Wirid Hidayat Jati dipaparkan ada tujuh unsur pokok penyusun diri manusia itu:

1. Hayyu (hidup) = disebut ATMA, terletak di luar DZAT
2. Nur (cahaya) = disebut PRANAWA terletak di luar Hayyu
3. Sir (Rahsa) = disebut PRAMANA terletak di luar Nur
4. Roh (Nyawa) = disebut Suksma, terletak diluar Rahsa
5. Nafs (Angkara) = letaknya di luar suksma
6. Akal (budi) =letaknya diluar nafsu
7. Jasad (badan) = letaknya di luar budi.

Keterangan: Ada keterpaduan antara unsur di atas yaitu:
• Suksma wahya = patemoning jasad lan napas
• Suksma dyatmika = patemoning napas lan budi
• Suksma lana = patemoning budi lan napsu
• Suksma mulya = patemoning napsu lan nyawa
• Suksma sajati =patemoning nyawa lan rahsa
• Suksma wasesa = patemoning rahsa lan cahya
• Suksma kawekas = patemoning cahya lan urip

Penutup:
Terdapat kesulitan memahami hakekat hubungan antara Kawulo-Gusti dalam jagad filsafat ketuhanan Jawa bila kita hanya membaca dengan kemampuan akal budi. Dalam ajaran Jawa, kita diajari untuk melakukan praktik mistik dengan kepercayaan yang benar-benar penuh sehingga terwujud harmoni dan kesatuan dengan tujuan kosmos. Ini akan membuahkan kondisi-kondisi fisik dan metafisik yang bermanfaat bagi kita semua. Tuhan bersemayam di unsur terdalam pada diri manusia sehingga “Kenalilah diri sendiri, maka kau akan mengenal Tuhanmu.”

@wongalus, 2009